Sedekah Dengan Uang Judi

Sedekah Dengan Uang Judi

Dalam konteks Islam, sedekah adalah tindakan mulia yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana hukum sedekah jika dilakukan dengan uang yang diperoleh secara haram? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum sedekah dengan uang haram, dengan merujuk pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis serta pandangan para ulama.

Hukum Infak dengan Uang Haram

Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima salat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (gulul).” (HR. an-Nasa’i)

Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw tersebut, telah jelas bahwa Allah Swt tidak menerima sedekah atau infak dengan uang haram, harta yang diperoleh dengan cara tidak benar. Allah Swt hanya akan menerima sedekah atau infak harta yang berasal dari sumber yang halal.

Baca juga: Hukum Menyalurkan Zakat ke Keluarga dan Kerabat

Haram Sedekah dengan Uang Haram

Tidak hanya tertolak, sedekah dengan uang haram hukumnya haram. Artinya, orang itu tidak mendapat pahala dari sedekah tersebut tetapi ia malah mendapat dosa. Jadi, harta haram hukumnya haram memanfaatkannya bagi memakannya maupun menyedekahkannya.

وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun melarang upah (hasil penjualannya). (HR. Ahmad; shahih)

Baca juga: Dalil Zakat

Hukum Sedekah Uang Riba /Bunga Bank Untuk Masjid?

Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?

Baca Juga : Cara menghitung zakat mal yang praktis

Pendapat pertama, tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.

Pendapat ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.

Pendapat kedua, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885

Perlu diperhatikan bahwa bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.

Dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu riba dan hukumnya haram, sehingga itu bukan hak kita dan tidak boleh kita konsumsi. Adapun jika diambil untuk disedekahkan boleh. Hanya saja harta riba itu akan dimanfaatkan untuk fasilitas umum yang bisa digunakan oleh banyak orang. Hukum sedekah uang riba juga pernah dibahas juga oleh ustad Abdul shomad:

“Riba itu haram, kotor sehingga seseorang tidak bisa mencuci pakaian najis menggunakan air kencing yang najis agar pakaian tersebut menjadi suci. Yang dapat digunakan untuk mensucikan pakaian najis hanyalah air yang dapat mensucikan.”

Uang haram dipakai untuk ibadah haji, maka hajinya tidak diterima oleh Allah SWT dan tidak akan pernah menjadi haji yang mabrur.

“Islam mengajarkan bersih awalnya, bersih tengahnya, bersih ujungnya,” jelas Ustadz Abdul Somad.

Dengan demikian tidak ada lagi alasan seseorang sengaja menghasilkan uang haram untuk niat sedekah di jalan Allah, karena Allah tidak akan menerimanya.

Baca Juga: Cara menghitung zakat penghasilan

https://konsultasisyariah.com/ dan rumaysho.com

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Sedekah membantu sesama tentu sudah menjadi kewajiban. Tapi, bagaimana bila sedekah dengan uang yang didapat dari sesuatu yang tidak halal?

Zaman sekarang orang sedekah mudah memperlihatkan lewat konten. Memang tak ada yang tahu dari mana asal-usul uang yang dipakai untuk sedekah. Untuk penerima sedekah tentu saja itu uang yang didapat dengan cara halal.

Kata Ustaz mengutip nasihat dari Ustaz Syam Elmarusy dalam Islam Itu Indah. Sedekah dengan uang haram sama dengan istilah bersuci dengan air kencing. Uang haram tak bisa digunakan untuk fasilitas umum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut penjelasan lengkap Ustaz Syam Elmarusy:

Mudah-mudahan sehat selalu, berkah rezekinya, rezekinya halal insyaallah semoga bisa bersedekah dengan rezeki yang halal. Karena kalau daripada yang haram, tidak bisa, mohon maaf, ada istilah jangan bersuci dari air kencing. Jadi sama diibaratkan orang yang berwudu, tapi dia berwudu daripada air yang sudah dicampuri oleh najis. Apalagi kalau air benar-benar air najis full, sudah tahu haramnya, tapi dipakai untuk mensucikan dirinya dengan cara bersedekah.

Maka bersedekahnya dihitung sedekah. Mungkin yang menerima sah-sah saja menerimanya karena dia menerima dari sesuatu yang halal. Maksudnya dia menerima daripada sedekah, halal. Namun yang bersedekah itu tadi yang akan mendapatkan perhitungan di hadapan Allah SWT.

Maka bolehkan bersedekah dengan uang yang haram? Uang yang haram tadi bisa digunakan untuk fasilitas umum. Bisa digunakan untuk orang yang membutuhkan. Misalnya, ada orang sudah hijrah, sudah tobat, dia sadar bahwa ada sebagian hartanya yang dia sadari bukan harta yang halal. Maka dia wajib mengeluarkan harta tersebut daripada dirinya, baik itu dipergunakan oleh orang yang membutuhkan atau untuk fasilitas umum.

Tapi, jangan bangga akan itu. Banyak juga kan orang yang bangga, saya yang bangun ini, saya bantu dia. Padahal pembersihan harta daripada rezeki haram yang dia miliki.

Kedua, dia tidak pernah salat, tidak pernah puasa, tak pernah melakukan ibadah lainnya, tapi bersedekahnya kuat. Kalau ada orang seperti ini, digolongkan orang yang fasik. Orang yang melakukan dosa, kenapa? Karena sebagian dia lakukan, sebagian lagi dia tinggalkan daripada kewajiban Allah SWT.

Kalau ditanya dia bilang, 'Nggak apa-apa nggak salat, yang penting sedekah, yang penting baik sama orang,' nah ini naik lagi hukumnya. Bukan lagi berdosa, tapi bisa jadi murtad. Kenapa murtad? Karena meremehkan perintah Allah SWT.

Ada orang bulan Ramadhan, puasa di siang hari kemudian disuruh salat, 'Ah sudahlah, saya nggak bisa, saya nggak sanggup lagi salat kalau begini', dia dianggap sah puasanya, tapi dia berdosa nggak salat.

Ada orang begini, dia salat, tapi meremehkan salat. Orang begini yang lebih parah daripada orang yang tidak salat. Kenapa? Meremehkan apa yang diwajibkan Allah SWT bisa menyebabkan orang keluar dari keimanannya karena kita wajib mengimani itu, wajib salat lima waktu, wajib mengimani ibadah haji, wajib mengimani apa yang diperintahkan Allah SWT.

Maka jangan pernah untuk mengatakan nggak apa-apa nggak salat yang penting sedekah, nggak apa-apa nggak salat yang penting akhlaknya baik, nggak apa-apa nggak berkerudung yang penting hatinya... wah....

Meremehkan perintah Allah SWT. Jangan sampai ada kalimat-kalimat tidak mewajibkan apa yang diwajibkan Allah, tidak boleh mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan tidak boleh menghalalkan yang diharamkan oleh Allah. Kalau malas mah malas aja, jangan menambah-nambahkan hal yang meremehkan.

Sekarang ini orang tidak lagi peduli dari manakah hartanya berasal, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram. Asalkan mengenyangkan perut, dapat memuaskan keluarga, itu sudah menyenangkan dirinya. Padahal harta haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, baik mempengaruhi ibadahnya, pengabulan do’anya dan keberkahan hidupnya. Di antara pengaruh dalam ibadah yaitu berdampak pada kesahan ibadahnya, seperti pada ibadah shalat, haji atau pun sedekahnya. Karena Allah hanyalah menerima yang thoyyib yaitu yang baik dan halal.

Konsekuensi dari Sedekah dengan Uang Haram

Melakukan sedekah dengan uang yang diperoleh secara haram memiliki beberapa konsekuensi serius:

Hukum Sedekah dengan Uang Haram

Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah bahwa amal perbuatan harus dilakukan dengan cara yang baik dan dengan sumber yang halal. Dalam konteks sedekah, menggunakan uang haram tidak sesuai dengan prinsip ini.

Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis:

Hanya Diterima yang Halal

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik).“ (HR. Muslim no. 1015). Yang dimaksud dengan Allah tidak menerima selain dari yang thoyyib (baik) telah disebutkan maknanya dalam hadits tentang sedekah. Juga dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ

“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014).

Halal Mempengaruhi Amalan Sholih

Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam (1: 260) berkata, “Dalam hadits ‘Allah tidaklah menerima selain dari yang halal’ terdapat isyarat bahwa amal tidaklah diterima kecuali dengan memakan yang halal. Sedangkan memakan yang haram dapat merusak amal dan membuatnya tidak diterima.” Oleh karena itu, setelah mengatakan Allah tidak menerima melainkan dari yang halal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawakan ayat yang berisi perintah yang sama pada para Rasul dan orang beriman,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Mu’minun: 51).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” (QS. Al Baqarah: 172).

Yang dimaksud dengan ayat tersebut, para Rasul dan umat mereka diperintahkan untuk mengkonsumsi yang halal dan diperintahkan pula untuk beramal sholih. Jika yang dikonsumsi adalah yang halal, maka amalan sholihnya diterima. Jika yang dikonsumsi adalah yang haram, maka bagaimana bisa diterima? Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah di atas menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a,

يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim no. 1014)

Dijelaskan pula oleh Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah, anggota Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika menjelaskan hadits ‘Allah hanya menerima dari yang halal’ bahwa memakan makanan yang halal bisa menolong dalam melakukan ketaatan pada Allah karena beramal sholih diperintahkan setelah perintah memakan makanan yang halal. Jadi, semakin baik makanan yang kita konsumsi, semakin mudah pula kita dalam beramal. Lihat Al Minhah Ar Robbaniyyah Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 137. Juga lihat bahasan Syaikh Sholih Alu Syaikh dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 163.

Lalu Uang Haram Diapakan?

Maka, rugilah orang yang mendapatkan harta atau uang dari mencuri, korupsi, atau cara haram lainnya. Kalau ia makan dari harta itu, ia berdosa. Menyedekahkan pun berdosa.

Lalu bagaimana memperlakukan uang haram jika tidak boleh memanfaatkan dan menyedekahkannya? Misalnya orang yang ingin bertaubat. Ia tidak boleh memanfaatkan dan menyedekahkan, lalu harus bagaimana?

Kembalikan harta itu kepada pemiliknya. Jika harta itu hasil mencuri dari seseorang, kembalikan kepada orang tersebut. Jika harta itu hasil korupsi uang negara, kembalikan kepada negara. Kalau hasil korupsi dari perusahaan, kembalikan kepada perusahaan.

Lalu bagaimana jika itu harta hasil riba termasuk bunga bank? Sebagian ulama berpendapat tidak boleh memanfaatkan bunga bank sama sekali. Namun, jika dibiarkan, ia justru jatuh ke tangan non muslim atau orang jahat.

Karenanya, banyak ulama yang memperbolehkan memanfaatkan bunga bank untuk kemaslahatan umum (fasilitas publik). Misalnya untuk membangun atau memperbaiki jalan, jembatan, dan lain-lain. Namun, tidak diniatkan sedekah. Hanya niat melepaskan harta haram. Wallahu a’lam bish shawab. [MBK/LAZ Ummul Quro]

Sedekah merupakan amalan yang dianjurkan bagi umat muslim karena memiliki banyak keutamaan dan manfaat yang bisa didapatkan. Sedekah sendiri memiliki arti yaitu menginfakan sebagian harta di jalan Allah dengan niat ikhlas dan tidak mengharap imbalan apapun melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah melalui harta yang dimiliki. Kata sedekah diambil dari bahasa arab yaitu “Shodaqoh” berasal dari kata “Sidiq” yang merupakan kebenaran.

Sedekah dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Terdapat jenis-jenis sedekah yaitu, sedekah untuk anak yatim, menyumbang pembangunan masjid, memberikan bantuan kepada yang kurang mampu, membantu kerabat, memberi makan hewan, dan masih banyak lagi. Selain itu, sedekah juga memiliki banyak keutamaan dan manfaat diantaranya adalah:

Umat Islam senantiasa diberikan berbagai keistimewaan agar berkesempatan untuk bertaubat  dan menghapus dosa-dosanya dengan cara yang diridhoi Allah SWT. Salah satunya dengan sedekah. Rasulullah SAW pernah bersabda “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi).

Allah SWT akan memberikan pahala yang banyak bagi orang yang bersedekah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18).

Jika melakukan sedekah harta terlihat berkurang, namun kekurangan tersebut akan ditutup dengan pahala di sisi Allah SWT dan akan terus bertambah kelipatannya menjadi lebih banyak. Hal ini merupakan janji Allah yang yang disebutkan dalam surat Saba “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).

Dengan merasakan penderitaan orang lain, akan muncul rasa peduli. Hal inilah yang membuat hati menjadi lembut. Rasulullah SAW bersabda, "Jika kamu ingin melembutkan hatimu, berilah makan fakir miskin dan belailah kepala anak yatim." (HR. Ahmad).

Orang yang bersedekah dengan ikhlas akan memperoleh syafaat pada hari kiamat kelak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, “Seseorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, dia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (H.R. Bukhari).

Yang perlu juga untuk diketahui, ialah sedekah harus menggunakan uang yang halal. Karena sedekah merupakan amalan yang sangat mulia, dan mendapat pahala jika dikerjakan maka harus dilakukan dengan cara yang baik serta mulia pula. Akan tetapi, bagaimana jika bersedekah menggunakan uang haram? misalnya seperti menggunakan uang hasil berjudi. Bersedekah dengan uang judi diibaratkan seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah bertambah kotor. Hal ini karena uang hasil judi merupakan uang haram dan tidak boleh digunakan.

Yuk cari tahu mengenai hal tersebut di Podcast Ustadz Zacky Mirza. Kali ini, ia akan membahas tentang “Main Judi Tapi Sedekah, Nah Hukum Dalam Islam Bagaimana” Yuk dengerin dan jangan sampai ketinggalan! Kalian bisa mendengarnya di Audio+ bagian dari RCTI+ pada Jum’at 21 April 2023 pukul 17.00 WIB. Jangan lupa juga untuk download aplikasi RCTI+  hanya di App Store dan Google Play Store ya!

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari

Pembahasan tentang hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku fikih klasik. Karena ketika buku itu ditulis, bank-bank konvensional seperti sekarang belum ada. Untuk memahami berbagai masalah seputar bank, kita perlu merujuk kepada penjelasan ulama kontemporer, yang sempat menjumpai praktik perbankkan. Nah, hukum sedekah uang riba atau bunga bank ini bagaimana? akan kita ulas dalam artikel ini.

Sedekah dengan Harta Haram

Mengenai sedekah dengan harta haram, maka bisa ditinjau dari tiga macam harta haram berikut:

1- Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khomr, babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.

2- Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.

3- Harta yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah pencucian harta seperti ini disebut sedekah? Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika dinamakan sedekah, tetap tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya yang telah disebutkan, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014). Lihat bahasan Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 92-93.

Adapun bersedekah dengan harta yang berkaitan dengan hak orang  lain (barang curian, misalnya), maka Ibnu Rajab membaginya menjadi dua macam,

1- Jika bersedekah atas nama pencuri, sedekah tersebut tidaklah diterima, bahkan ia berdosa karena telah memanfaatkannya. Pemilik sebenarnya pun tidak mendapatkan pahala karena tidak ada niatan dari dirinya. Demikian pendapat mayoritas ulama.

2- Jika bersedekah dengan harta haram tersebut atas nama pemilik sebenarnya ketika ia tidak mampu mengembalikan pada pemiliknya atau pun ahli warisnya, maka ketika itu dibolehkan oleh kebanyakan ulama di antaranya Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad.  Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 264-268.

Allah Hanya Menerima yang Baik

Pertama, perlu kita ingat bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala mengajarkan kebaikan dan kemuliaan, kebenaran dan kesucian. Allah Maha Baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik.

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik. Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang baik. (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan tertolaknya zakat dari harta haram. Demikian pula Allah menolak sedekah dengan uang haram. Allah hanya menerima zakat dan sedekah dengan uang halal.

Harta haram di sini meliputi dua hal. Haram dzatnya dan haram memperolehnya. Harta yang haram dzatnya misalnya daging babi atau minuman keras, haram pula mensedekahkannya.

Sedangkan harta yang haram dari cara memperolehnya misalnya hasil mencuri, hasil berjudi, hasil korupsi, hasil menipu, dan sebagainya. Selain haram memakan atau menggunakan harta dan uang tersebut, haram pula bersedekah dengannya.

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram). (HR. Muslim)

Baca juga: Apakah Kehilangan Uang Termasuk Sedekah